DPR Tunggu Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah Untuk Bahas RUU perampasan Aset
![]() |
Gedung DPR RI (Foto: Chiba) |
Sepintasnews.web.id - Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyatakan kesiapan DPR
untuk membahas RUU Perampasan Aset yang akhir-akhir ini sempat disebutkan oleh
Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Adies, DPR akan mendukung seluruh kebijakan pemerintah, termasuk
RUU Perampasan Aset. Ia juga menambahkan bahwa DPR menunggu daftar inventaris
masalah (DIM) dari pemerintah terkait RUU tersebut.
"Kita menunggu DIM-nya. Kita tunggu masuk. Yang pasti di DPR, kita dan pemerintah sama-sama mendukung apa yang diinginkan," ujar Adies
Adies juga menjelaskan bahwa Surat Presiden (Surpres) yang telah dikirim ke
DPR mengenai RUU Perampasan Aset adalah versi lama dari masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo. Ia membuka kemungkinan agar pemerintah mengirimkan
Surpres terbaru.
"Masih Surpres yang lama. Kalau pemerintah mengajukan perubahan, tidak
masalah," katanya.
Dukungan terhadap RUU Perampasan Aset juga disampaikan oleh Fraksi Partai
Golkar. Ketua Fraksi Golkar, Sarmuji, menyatakan bahwa mereka menunggu
pengajuan resmi dari pemerintah untuk membahas RUU tersebut.
Sarmuji memastikan bahwa fraksinya akan mendukung pembahasan RUU Perampasan
Aset jika sudah diajukan oleh pemerintah.
"Enggak ada masalah, kita ikuti prosedur saja. Kalau pemerintah
mengajukan, kita siap," ujar Sarmuji.
Sejarah RUU Perampasan Aset menunjukkan bahwa prosesnya terhenti selama
lebih dari satu dekade setelah naskah akademiknya pertama kali disusun pada
2008.
Pada tahun 2023, RUU Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas 2023. Presiden Jokowi juga telah mengirimkan surat
presiden (surpres) terkait RUU ini. Surpres bernomor R 22-Pres-05-2023 dikirim
pada 4 Mei 2023 untuk dibahas bersama DPR, namun hingga saat ini belum ada
tindak lanjut.
RUU Perampasan Aset mengatur kewenangan terkait perampasan aset minimal
senilai Rp100 juta. RUU ini juga memungkinkan penyitaan aset penyelenggara
negara yang dinilai tidak wajar tanpa harus melalui proses pidana.
"Aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)," bunyi Pasal 6 Ayat 1 huruf a.